Ada kecenderungan generasi muda saat ini bersikap masa bodoh terhadap
ideology Pancasila. Namun ada juga sebagian generasi muda yang ingin
agar Dasar Negara RI diganti dengan agama tertentu. Perlu ada terobosan
yang lebih kuat dalam dunia pendidikan agar pemahaman Pancasila dapat
mengakar pada sanubari generasi masa depan bangsa.
Pada bulan Maret 2015 silam, lembaga Setara Institut melaksanakan
survey lokal mengenai Pancasila di Bandung dan Jakarta. Hasilnya cukup
mencengangkan. Dari 684 responden siswa dari 58 sekolah di dua kota ini,
sebanyak 8,5 % siswa setuju Pancasila sebagai dasar negera digantikan
dengan agama tertentu. Survei ini dilakukan pada tanggal 9 sampai 19
Maret 2015.
Survei ini memang terlalu dini jika dijadikan parameter secara
nasional. Namun jika diambil sisi positifnya, survey ini sebagai secuil
gambaran yang ada dalam benak generasi muda saat ini. Survei ini bisa
juga sebagai peringatan dini atau early warning bagi pengambil keputusan
khususnya di dunia pendidikan untuk melakukan langkah-langkah
pencegahan agar tidak terjadi degradasi nilai Pancasila.
Jika selama ini peran penanaman nilai Pancasila di sekolah hanya
dibebankan kepada guru PKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan)
maka sungguh kasihan mereka. Apalagi jumlah jam mata pelajaran sangat
sedikit yakni hanya 2 jam seminggu. Apalagi dengan waktu sesingkat itu,
tidak hanya Pancasila saja yang diberikan, tapi juga materi lain yang
menyangkut kewarnegaraan. Jadi merosotnya nilai-nilai Pancasila tidak
bisa dibebankan kepada guru-guru PKn.
Mestinya , pemerintah melalui Menteri Pendidikan menyadari kondisi
ini, dan segera membuat langkah yang strategis. Misalnya dengan
penanaman Pancasila dengan mengerahkan semua tenaga pengajara di
sekolah. Setiap guru diberi kewajiban yang sama untuk menggembleng
karakter siswa dengan menyusupkan nilai Pancasila dalam setiap mata
pelajaran yang diberikannya. Namun sebelumnya dilakukan pembekalan untuk
semua guru agar lebih mudah dan tepat cara menyampaikan kepada siswa.
Libatkan Guru Agama dan lembaga pendidikan Islam
Pengamat Pendidikan, Darmaningtyas, menilai hasil survey itui
merupakan cermin dari kegagalan pendidikan agama sebagai pembentuk
karakter, sehingga yang lahir bukan manusia yang berkarakter tetapi
sikap fundamental dan dogmatis. Tanggapan persetujuan agama menjadi
dasar negara merupakan cerminan dari sikap dogmatis dan fundamental
siswa sebagai dampak dari ajaran guru, khususnya guru agama.
“Guru agama mengajarkan sikap dogmatis terhadap salah satu agama.
Selain peran serta guru agama, tidak menutup kemungkinan untuk lain.
Seperti guru matematika di sela- sela mata pelajaran yang diajarkan,
ditanamkan doktrin kepada salah satu agama,” ujar Darmaningtyas.
“Tidak kaget, dengan hasil survei tersebut, dari dulu sudah
diperkirakan jika pelajaran agama diberikan itu akan menambah sikap
dogmatis siswa,” ujarnya.
Di negara yang plural seperti Indonesia, menurut dia, sangat penting
Pancasila sebagai dasar negara dan pedoman hidup untuk menumbuhkan sikap
toleransi.
Survei yang mencengangkan tersebut, menurut Darmaningtyas, terjadi
karena para siswa tidak membaca buku lahirnya Pancasila yang ditulis
oleh Soekarno, yang menjadi pegangan dan kesatuan negara.
” Jika negara hidup dengan satu agama kita dapat melihat contoh di
Timur Tengah dan Amerika yang lebih mengutamakan satu agama, sikap
toleransi sangat kecil dimiliki,” katanya.
Pada Kesempatan berbeda, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) Anies Baswedan mengatakan, Pancasila merupakan dasar negara
dan sangat penting, sehingga survei di tingkat SMU Jakarta dan Bandung
yang menyetujui untuk menganti Pancasila sangat tidak sesuai dengan
Pancasila sebagai pedoman dan dasar negara.
Anies mengaku ke depannya, Pancasila akan menjadi pelajaran yang
rutin layaknya seorang guru yang menjalankan piket setiap hari. Mengenai
perlunya buku pelajaran khusus, Mendikbud mengaku belum dapat
dijelaskan seperti apa ke depannya. Ia lebih menargetkan menggiatkan
kembali peran Pancasila untuk menangkal ancaman radikalisme dari
pengaruh ISIS.
“Pancasila sangat penting, ke depannya akan dijadikan seperti
kebiasan setiap hari dalam belajar pancasila, sehingga dapat dihayati
dan praktikan,” ujar Anies usai penutupan Rembuk Nasional Pendidikan dan
Kebudayaan (RNPK), di Depok, Jawa Barat, (31/3) seperti dikutip
muslimforall.com
Perlu diketahui system pendidikan di Indonesia selain sekolah dibawah
kementrian pendidikan seperti SD. SMP dan SMA, juga ada sekolah
sederajat yang dibawah kendali kementrian agama yakni madasrah dan
pondok pesantren. Nah, di lembaga pendidikan dalam naungan Kementrian
Agama pasti kurikulum pendidikan sarat akan nilai-nilai agama atau
moral. Pelajaran agama pasti lebih berat porsinya ketimbang pelajaran
yang lain.
Disinilah pentingnya melibatkan guru agama dalam penanaman
nilai-nilai Pancasila. Apalagi guru agama memiliki tanggung jawab yang
lebih terhadap penanaman nilai moral dan karakter bangsa. Guru agama
harus bisa menjabarkan bahwa Pancasila juga mengadopsi nilai-nilai
reliji seperti yang tertuang dalam sila pertamanya. Selain itu,
Pancasila merupakan ideology yang cocok dengan semua agama sehingga
tidak ada gesekan antara nilai Pancasila dengan nilai moral agama.
Penting juga dikemukakan jika menilik dari latar belakang lahirnya
Pancasila, yang rumusannya dibentuk 9 panitia kecil dimana ada 3 tokoh
berlatar belakang ulama. Ketiga tokoh ulama ini tentu memiliki ilmu yang
sangat mumpuni sehingga bisa menerima Pancasila sebagai dasar Negara.
Dan masukan dari mereka pun dirumuskan dalam sila peertama Pancasila
yang menyatakan adalah bangsa Indonesia adalah bangsa yang meyakini
adanya Tuhan yang maha Esa.
Selain, itu, untuk meminimalisir sikap dogmatis, guru agama juga
wajib memupuk rasa toleransi Beragama. Karena kita ketahui Indonesia
adalah Negara yang memiliki 6 agama resmi disamping kepercayaan kepada
Tuhan YME. Sehingga diharapkan sikap anak didik agar lebih menghargai
keyakinan yang berbeda.
Dan yang paling penting disampaikan adalah peran Pancasila sebagai
ideology pemersatu dari kemajemukan bangsa. Tak hanya agama, bangsa
Indonesia itu sangat beragam baik golongan, suku dan bahasa. Maka
kehadiran dasar Negara yang bisa memayungi semua perbedaan itu yang
diharapkan. Para pendiri bangsa memahami kondisi ini, dan tidak ingin
bangsa Indonesia akan mengalami perpecahan akibat perbedaan. Maka
Pancasila tampil sebagai pemersatu negeri yang Bhinneka Tunggal Ika.
Dudun Parwanto
Pengamat Kebangsaan